Mengenai Saya
RSS

Survey Now

Wahyu menurut Islam - Kristen


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Pemahaman konsep pewahyuan dalam Islam-Kristen yang sering kali menimbulkan perdebatan antara kedua kelompok. Baik Islam maupun Kristen masing-masing mengklaim bahwa pewahyuannya paling benar. Perdebatan ini sampai sekarang masih belum mendapatkan titik temu antara kedua kelompok, sehingga masih memerlukan adanya penjelasan dari masing-masing kelompok, terutama dari kelompok Kristen.
            Sebanarnya pewahyuan adalah penyataan diri Allah kepada manusia supaya Ia di kenal oleh manusia dan dapat bersekutu secara pribadi dengan manusia. Manusia tidak mungkin dapat menjangkau Allah yang transenden itu, tanpa Allah sendiri yang menyatakan diri-Nya kepada manusia. Namun dalam hal ini, Islam dan Kristen memiliki perbedaan pengertian tentang konsep pewahyuan yang menimbulkan pertanyaan yang sampai saat ini masih dipertanyakan.
Secara khusus pembahasan mengenai Alkitab, banyak orang Muslim yang bersikap skeptis dan mengatakan bahwa Alkitab sudah diubah dan dipalsukan. Beberapa di antara mereka mengakui bahwa orang-orang Kristen adalah orang-orang yang sangat teratur rapih dan rajin, dan bahwa aturan sosialnya sangat adil. Tetapi mereka juga menganggap bahwa ada di antaranya, yang takut kepada Allah, sebagai orang-orang pemimpi yang di awang-awang saja, karena orang-orang Kristen itu menganggap bahwa Taurat, Mazmur dan Injil sebagai kitab yang bisa diandalkan. Hal itu bisa saja benar di masa yang lalu, kata orang Muslim itu, tetapi edisi semua kitab itu di masa sekarang sudah diubah-ubah. Semua orang Kristen dianggap menjadi korban dari kekeliruan yang sangat besar, yang percaya kepada dongeng semata.[1]
 B. Rumusan Masalah
            Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan konsep pewahyuan  dalam Islam-Kristen sebagai berikut :
  • Bagaimanakah Konsep Pewahyuan Dalam Islam?
  • Bagaimanakah Konsep Pewahyuan Dalam Kristen?
  • Bagaimana tanggapan kaum muslim terhadap Alkitab dan bagaimana memberi jawaban atas tuduhan itu?
 C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui konsep pewahyuan dalam Islam
  2. Untuk mengetahui konsep pewahyuan dalam Kristen
  3. Memberikan solusi atas pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan keabsahan Alkitab. 

 BAB II
PEMBAHASAN
 KONSEP PEWAHYUAN DALAM ISLAM-KRISTEN
Wahyu Dan Pewahyuan Dalam Islam
            Kata “wahyu” berasal dari bahasa Arab wahy atau awha yang berarti “bisikan” (Asy-Syura 51). Dalam konsep Islam, Allah tidak hanya memberikan wahyu-Nya kepada manusia saja, melainkan kepada hewan dan juga kepada alam semesta. Namun, pada umumnya wahyu dipakai sebagai istilah teknis Islam untuk wahyu Allah yang disampaikan Allah kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.[2] Islam percaya bahwa disurga ada ummul Kitab (induk kitab suci) atau Lauhul Mahfuzh (lembar-lembar terpelihara) yang menjadi sumber bagi semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah (Q.s. 13:39; 43:4).
            Wahyu yang diterima nabi Muhammad bersifat mekanis, karena diturunkan dengan dibacakan kata demi kata oleh malaikat Jibril kepadanya. Nabi Muhammad menerima wahyu pertama di gua Hira, yang berbunyi “Iqra’ bismir Rabikal ladzi kholaq….” (bacalah dengan nama Tuhanmu yang Mahapencipta. ), Q.s. Al-Alaq 1. Kata “Iqra” bukan berarti sama dengan membaca sebuah buku atau tulisan, tetapi menirukan perkataan dari malaikat Jibril (diejakan seperti anak kecil yang latihan membaca). Dalam konsep Islam, wahyu hanya diterima nabi Muhammad saja secara bertahap disepanjang hidupnya. Menurut sejarah Al-Qur’an dituturkan bahwa Firman Allah itu diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam masa 23 tahun di Mekah dan Madinah.[3] Wahyu yang diterima nabi Muhammad adalah wahyu yang final dan nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang menerima wahyu Allah. Islam juga percaya bahwa wahyu terdahulu dihapus oleh wahyu yang terkemudian (Al-Baqarah 106). Jadi, wahyu Al-Qur’an menghapuskan wahyu Taurat, Zabur, dan Injil. Dan penerima wahyu terakhir akan menjadi nabi yang terbesar (Q.s. 33:40).
Penulisan Al-Qur’an
            Setelah nabi Muhammad meninggal, Al-Qur’an belum ditulis menjadi sebuah buku. Al-Qur’an masih dalam bentuk hafalan dan manuskrip asli yang berupa kertas, kayu, tulang, batu, pelepah korma, dsb.[4] Jadi, umat Islam pada waktu itu belum memiliki buku pegangan (Al-Qur’an) sebagai panduan hidup mereka.
            Ide penulisan Al-Qur’an timbul dari Khalifah Abu Bakar  dan Khalifah Utsman bin Affan agar ayat-ayat Al-Qur’an tidak musnah. Ide ini muncul karena banyak penghafal Al-Qur’an dan sahabat dekat Muhammad terbunuh pada waktu pertempuran di Yamamah.[5] Abu Bakar sangat kuatir karena semakin banyak umat Islam yang mati syahid dalam pertempuran dengan membawa ayat-ayat Al-Qur’an dalam ingatan mereka. Berkenaan dengan penulisan Al-Qur’an, Abu Bakar mendesak Zaid bin Tsabit, seorang hafizh (penghafal dan pencatat) wahyu yang diterima nabi Muhammad. Pada mulanya Zaid menolak untuk menuliskan Al-Qur’an, karena nabi Muhammad sendiri tidak pernah menyuruhnya untuk menuliskan menjadi sebuah buku dan Zaid sendiri merasa tidak mungkin untuk mengumpulkan naskah Al-Qur’an yang dihafalkan umat Islam. Akhirnya Zaid setuju terhadap perintah Utsman dan Abu Bakar dengan syarat mereka mau membantu  apa-apa yang diperlukan dalam penulisan dan setuju mengumpulkan naskah A-Qur’an menjadi satu buku. Jadi, jelas terlihat bahwa proses penulisan Al-Qur’an bukan dilakukan oleh nabi Muhammad sendiri, melainkan oleh para sahabat-sahabarnya.
 Konsep Pewahyuan Dalam Kristen
Definisi Istilah Wahyu
            Dalam Perjanjian Lama kata “wahyu” diterjemahkan dengan “qalah” yang artinya “menyatakan”, sedangkan dalam Perjanjian Baru kata “wahyu” diterjemahkan dengan “apokalupto” yang berarti “pembukaan rahasia” atau “pembukaan”.[6] Kata ini berbicara tentang “menyingkapkan” atau “menelanjangi” hal-hal yang tersembunyi, yang disembunyikan dengan sengaja atau yang pantas disembunyikan. Wahyu sama juga dengan penyataan. J.I. Packer memberikan definisi penyataan diri Allah sebagai berikut: ”Bilamana Alkitab berbicara tentang penyataan, maka yang dimaksud dengan itu ialah bahwa Allah, Sang Pencipta secara aktif menyingkapkan diri kepada manusia kuasa-Nya dan kemuliaan-Nya, kehendak-Nya, cara-cara-Nya dan rencana-rencana-Nya-singkatnya diri sendiri-agar manusia dapat mengenal Dia.”[7]
Cara Pewahyuan
            Manusia tidak akan pernah bisa menjangkau dan mengenal Allah tanpa Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepada manusia, sebab manusia adalah ciptaan dan terbatas. Bagaimana mungkin ciptaan yang terbatas (limited) dapat menjangkau pencipta yang tidak terbatas (unlimited), yang berada jauh dari manusia (transenden). Oleh karena itu, Allah berinisiatif untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia supaya manusia dapat mengenal-Nya dan dapat bersekutu dengan-Nya.
Allah telah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui wahyu umum dan wahyu khusus. Wahyu umum dapat diterima semua orang (alam semesta), sedangkan wahyu khusus hanya diterima oleh sebagian orang (Alkitab) dan puncaknya pada inkarnasi Yesus Kristus.
            Wahyu (penyataan) Allah bersifat progresif. Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia dalam berbagai bentuk: teofani (manifestasi Allah yang dapat dilihat, misalnya, Kel. 3:1 dst.); mimpi-mimpi (Kej. 37:5 dst.); suara yang dapat didengar (Ul. 5:4); Urim dan Tumim (Bil. 27:21; Ezra 2:6); mujizat-mujizat (Kel. 7-12; 1Raj. 17- 2 Raj. 8), dll.[8] Tetapi dengan kedatangan Kristus pada zaman Perjanjian Baru, cara-cara lama sudah berhenti (Ibrani 1:1,2). Tuhan Yesus Kristus adalah Wahyu Allah yang tertinggi.
Pewahyuan dan Kanonisasi Alkitab
            Dalam pewahyuan Alkitab, Allah memakai para penulis dengan pimpinan Roh Kudus (inspirasi). Pimpinan Roh Kudus memungkinkan Alkitab tidak terjadi kesalahan (inerransi) dan memiliki otoritas. Walaupun penulis dipimpin Roh Kudus, itu tidak berarti penulis bertindak sebagai robot, melainkan tetap sesuai dengan gaya dan kepribadian penulis masing-masing (bersifat organis).
            Kata inspirasi berasal dari kata inspiration, yang dalam vulgata diterjemahkan dengan kata inspiro, kata ini dipakai dalam 2 Timotius 3:16 dan 2 Petrus  1:21. Kata inspiration digunakan untuk menerjemahkan kata theopneustos yang hanya muncul satu kali dalam PB yang ditemukan dalam 2 Timotius 3:16. Kata theopneustos berarti “Allah bernafas” atau “dihembuskan Allah”.[9] Jadi, Kitab Suci adalah nafas yang keluar dari Allah.

Proses Kanonisasi
        Istilah kanon berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'tongkat pengukur, standar atau norma'. Secara historis, Alkitab telah menjadi norma yang berotoritas bagi iman dan kehidupan bergereja. Proses pengkanonan ini dilakukan oleh berpuluh-puluh ahli kitab suci dan bahasa yang dengan teliti dan serius memilah-milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang benar-benar suci dan diwahyukan Allah untuk kemudian dijadikan satu.[10]
Tanda-tanda kanonitas meliputi:
·         Kitab tersebut ditulis atau disahkan oleh para nabi/rasul.
·         Kitab tersebut diakui otoritasnya di kalangan gereja mula-mula.
·         Kitab tersebut mengajarkan hal yang selaras dengan kitab-kitab lainnya yang jelas termasuk dalam kanon.
Kanon Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terdiri dari 66 kitab, dimulai dari kitab Kejadian sampai kitab Wahyu yang kurang lebih ditulis oleh 40 orang. Proses kanonisasi terakhir terjadi pada tahun 397 M pada Konsili Karthago.[11] Proses pengkanonan ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama oleh bapa-bapa gereja dengan menyeleksi dari sumber-sumber aslinya yang berupa salinan-salinan. Proses ini pun tidak terlepas dari pimpinan Roh Kudus. Sehingga Alkitab yang dimiliki oleh orang Kristen sekarang adalah benar-benar Firman Tuhan yang tiada bersalah.
 §  Kanon Perjanjian Lama (PL)
Diawali oleh tulisan Musa, koleksi kanon PL yang mayoritas dalam bahasa Ibrani secara progresif akhirnya terbentuk sejak sekitar tahun 400 SM.
  1. Loh batu yang berisi 10 hukum ditaruh dalam Tabut Perjanjian (Keluaran 40:20). Loh batu tersebut masih dalam tabut ketika Salomo membawa tabut tersebut ke dalam Bait Allah yang baru saja didirikan (1 Raja-raja 8:9).
  2. Kitab Taurat yang ditulis oleh Musa ditaruh di samping tabut Tuhan sebagai saksi atas kesalahan Israel (Ulangan 31:24-26; Keluaran 24:7).
  3. Yosua menulis sebuah kitab yang melanjutkan kitab Taurat (Yosua 24:26).
  4. Samuel menulis sebuah kitab, lalu ditaruh di hadapan Tuhan ( 1 Samuel 10:25).
  5. Allah menggerakan orang lain untuk melanjutkan mencatat, misalnya:
    Kisah Daud oleh Nathan dan Gad (1 Tawarikh 29:29)
    Kisah Salomo oleh: Nathan, Ahia, Ido (2 Tawarikh 9:29)
  6. Banyak mazmur yang ditulis oleh Daud, dan kitab nabi-nabi yang memakai nama nabi-nabi tersebut.
  7. Dalam Yeremia 36:1-32 menceritakan Yeremia setelah bernubuat selama 23 tahun, baru diperintahkan Allah untuk menuliskannya. Setelah ditulis, kemudian dibacakan di hadapan raja Yoyakim. Tetapi raja membakar gulungan tulisan tersebut. Kemudian Allah menggerakkan Yeremia untuk menulis lagi dan memberikan Yeremia banyak berita lagi. Dalam Yeremia 36:25 ditulis ada orang-orang yang memohon supaya raja jangan membakar gulungan tulisan tersebut. Ini menunjukkan bahwa mereka percaya gulungan tulisan tersebut adalah Firman Allah.
  8. Ketika Israel ditawan ke Babilonia, mereka membawa serta kitab Taurat.
    Sebab Ezra menyelidiki Taurat di Babilonia dan membawa Taurat tersebut kembali ke Yerusalem (Ezra 7:6,14; Nehemia 8:1-2). Yang dimaksudkan Taurat (the Book of the Law) di sini diperkirakan adalah seluruh kitab PL yang telah ditulis saat itu.
  9. Diperkirakan Ezra yang mengumpulkan semua kitab nabi-nabi paling akhir dalam PL dan menyatukannya menjadi kanon yang paling lengkap pada tahun 400 SM.
  10. Sekitar tahun 200 SM (sekitar 280-150 SM), PL terjemahkan ke dalam bahasa Yunani yang disebut Septuaginta. Penterjemahan ini dilakukan di Mesir. Pada waktu itu banyak orang Yahudi yang tinggal di Mesir. Fakta bahwa pada waktu itu PL telah diterjemahkan, berarti bahwa kanon PL telah lengkap dan semua kitab itu diterima sebagai Alkitab.
  • Kanon Perjanjian Baru (PB)
Pada abad ke 2 kanon PB telah lengkap. Hal ini kita ketahui dari:
  1. The Old Syriac – terjemahan PB pada abad kedua dalam bahasa Syria. Semua kitab ada, kecuali: 2 Petrus, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu.
  2. Justin Martyr pada tahun 140 M. Semua kitab PB ada, kecuali: Filipi dan 1 Timotius.
  3. The Old Latin – sebuah terjemahan sebelum tahun 200 M. Terkenal sebagai Alkitab dari gereja Barat. Semua PB ada, kecuali Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus.
  4. The Muration Canon pada tahun 170 M. Semua PB ada, kecuali: Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus (sama dengan The Old Latin).
  5. Codex Barococcio pada tahun 206 M. Semua kitab PL dan PB ada, kecuali: Ester dan Wahyu.
  6. Polycarp pada tahun 150 M pernah mengutip: Matius, Yohanes, sepuluh surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan 2 Yohanes.
  7. Irenaeus (murid Polycarp) pada tahun 170 M. Semua kitab PB ada, kecuali: Filemon, Yakobus, 2 Petrus, dan 3 Yohanes.
  8. Origen pada sekitar tahun 230 M menulis daftar kitab-kitab PB, sebagai berikut: ke-4 Injil, Kisah Para Rasul, ke-13 surat-surat Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu.
  9. Eusebius di awal abad ke 4 menyebut semua kitab PB.
  10. Pada tahun 367 M dalam Festal Letter yang ditulis oleh Athanasius, Bishop Alexandria, mencantumkan daftar 27 kitab-kitab PB.
  11. Jerome pada tahun 382 M, Ruffinua pada tahun 390 M dan Augustine pada tahun 394 M mencatat kanon PB sebanyak 27 kitab.
  12. Akhirnya pada tahun 397 M, konsili gereja di Carthago mengesahkan 27 kitab PB.
Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang ditebus, yang beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus bukan menentukan atau menciptakan kanon, tetapi gereja hanya mengesahkan kitab-kitab yang memiliki tanda kanonitas dan karena itu kitab-kitab tersebut memiliki otoritas dalam gereja.[12]
Otoritas Alkitab
         Hanya Alkitab yang merupakan standar tertinggi yang tidak perlu diukur lagi dengan standar mana pun juga. Biasanya Alkitab disebut sebagai Norma Normans (Pengukur yang Mengukur). Berdasarkan semboyan para Reformator: Sola Scriptura (Hanya Alkitab Firman Allah). Hal tersebut menunjukkan bagaimana otoritas dari Alkitab itu sendiri ingin dimunculkan kembali. Pada bagian tersebu kita akan melihat bagaiamana otoritas yang dimiliki oleh Alkitab secara multak.
  1. Pertama, Infallible: Alkitab tanpa cacat, tanpa cela, mutlak dan mencakup seluruhnya. Alkitab tidak dapat dikontradiksikan, dilanggar, diabaikan, atau dilawan dengan cara apa pun yang membuat orang yang melakukan demikian terhindar dari hukumuna.
  2.  Kedua, Innerant: Alkitab mempunyai kualitas yang bebas dari kesalahan. Alkitab bebas dari kemungkinan kesalahan, Alkitab tidak mungkin salah; Alkitab tidak mengatakan yang bertentangan dengan kenyataan, di dalam naskah aslinya (autograph).[13]
  3.  Ketiga, Verbal: Setiap kata dalam Alkitab adalah dinafaskan oleh Allah (theopneustos), bersama dengan konstruksi gramatikal kalimatnya (sintaksis), penunjuk waktu dan aspek kata kerja (verb-tenses), dll.
  4.  Keempat, Plenary: Seluruh kitab dalam Alkitab (66 Kitab) adalah kitab-kitab yang diinspirasikan, tidak terkecuali, walaupun kegunaan langsung dari setiap kitab bervariasi, sesuai dengan tahap penyingkapan Diri dan kehendak Allah di dalam sejarah secara progresif (Progressive Revelation). Mengenai hal ini, saya perlu mengutip kembali sebuah kalimat anonim:
  5. The Scriptures was written for you, but that does not mean that all of it was written to you.”
  6.  Kelima, Konfluen (kesesuaian): Para penulis Alkitab tidak dipakai sebagai boneka-boneka mekanis. Mereka dipakai sebagai pribadi yang utuh namun di dalam kedaulatan-Nya, pada saat yang sama Allah berkuasa menaungi mereka sehingga menghasilkan produk revelasi (Alkitab) yang berotoritas mutlak.
  7.  Keenam, Perspicuity (ketajaman): Doktrin ini merujuk kepada kejelasan Alkitab. Setiap orang yang bisa membaca, dapat membaca dan memahami Alkitab. Meski begitu, Alkitab juga sempurna maka ada aspek-aspek yang memerlukan ketelitian khusus, di samping jarak hermeneutis yang dihadapi oleh pembaca masa kini.
ISU-ISU SEPUTAR PEWAHYUAN DAN KANONISASI ALKITAB

Alkitab Orang Kristen Sudah Dipalsukan / Diselewengkan / Tidak Asli (Kitab Yang Asli Sudah Hilang)
a.      Alasan keberatan :
(1)   Orang Islam yakin bahwa Alkitab orang Kristen sudah dipalsukan,  sehingga tidak asli lagi dan tidak berwibawa. Apa yang positif yang dicatat di dalam Al-Qur'an tentang Taurat dan Injil ditujukan kepada kitab-kitab yang sudah hilang. Alkitab yang ada di tangan orang Kristen saat ini bukanlah Taurat dan Injil yang disanjung oleh Al-Qur'an. (Catatan : Karena orang Islam percaya bahwa Alkitab sudah tidak asli lagi, maka ajaran apa pun yang ditemukan di dalamnya yang tidak sesuai dengan tradisi Islam populer, tidak dipercayai oleh mereka).
(2)   Ayat-ayat Al-Qur'an yang dipakai untuk membuktikan pendapat mereka, diantaranya : Segolongan mereka mengubah firman Allah setelah mengetahuinya (QS. 2:75). Allah membenarkan apa yang ada pada bani Israil (Taurat). Janganlah mereka mengingkari dan jangan menukarkan ayat-ayatNya (QS. 2:41). Janganlah mereka mencampuradukkan yang hak dengan yang batil dan jangan sembunyikan kebenaran (QS. 2:42; 2:146; 3:71). Orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri, tetapi mengatakan ”Ini dari Allah”, demi memperoleh keuntungan yang sedikit (QS. 2:79). Segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Alkitab…Mereka berkata dusta terhadap Allah (QS. 3:78). Sebagian dari orang-orang Yahudi merobah-robah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya (QS. 4:46). Sebagian dari orang-orang Yahudi merubah-rubah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya, dan melupakan sebagian dari apa yang telah diperingatkan Allah kepada mereka (QS. 5:13). Ahli Kitab banyak menyembunyikan isi Alkitab dan membiarkannya (QS. 5:15).
b.      Jawaban :
(1)   Siapa yang memalsukan Alkitab?
Tanyakan kepada orang Muslim siapa yang memalsukan Alkitab? Orang Yahudi ataukah orang Kristen? Kebanyakan mereka akan menjawab: orang-orang Yahudi! Apakah orang Kristen akan diam saja kalau orang Yahudi mengubah Taurat dan kitab para nabi? Mustahil bagi salah satu kelompok mengubah kitab apapun di dalam Perjanjian Lama baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Sebaliknya, jika orang Kristen yang dituduh sudah mengubah Taurat, maka orang Yahudi ortodoks akan melakukan perlawanan keras di seluruh dunia untuk melawan kesesatan tersebut. Orang-orang Yahudi yang taat akan siap berperang bahkan melawan sesama orang Yahudi yang menjadi liberal, demi usaha mempertahankan status kata demi kata di dalam firman Tuhan mereka.
(2)   Kapan Alkitab dipalsukan?
Jika Alkitab dipalsukan “sebelum” jaman Muhammad, mengapa Muhammad mengutip nama Musa 136 kali di dalam Al-Qur'an, Abraham 69 kali, Iblis 68 kali (Shaitan), Israel 47 kali, Salomo 17 kali dan Daud 16 kali. Dengan mengutip begitu banyak ayat Alkitab, berarti Muhammad mendukung pendapat bahwa Alkitab memang asli dan akurat. Al-Qur'an memastikan kebenaran Taurat secara langsung atau tidak langsung dan pewahyuannya oleh Allah mereka. Di dalam 15 tahun pertama kehidupan keagamaannya, Muhammad menerima Taurat sebagai kebenaran ilahi tanpa mempertanyakannya. Namun ia tidak bisa membaca huruf Ibrani dan bersandar kepada para penerjemah lisan yang harus menerjemahkan teks itu ke dalam bahasa Arab untuknya. Mereka tidak memberitahukan kepadanya teks asli dari Alkitab tetapi kebanyakan hanya mengenai kisah dan aturan-aturan dari Mishna dan Talmud.
Kalau seorang Muslim mengatakan bahwa Taurat dipalsukan hanya pada tahun-tahun terakhir kehidupan Muhammad di Medinah, kita bisa menjawab bahwa pada saat itu Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: Yunani, Latin, Armenia, Syria, Kasdim, Koptik, Abyssinia dan bahasa-bahasa lainnya. Di dalam bahasa-bahasa itu ada ratusan, bahkan ribuan, naskah yang ditulis tangan. Ada ribuan naskah Alkitab di museum-museum di seluruh dunia yang berasal dari abad pertama sesudah Yesus terangkat ke surga. Teks Perjanjian Baru atau Injil dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani), tidak mengalami perubahan sampai masa kini pun. Siapa yang sanggup mengumpulkan semua Alkitab di dalam semua terjemahan itu agar bisa mengubah beberapa kata di dalam beberapa halaman tertentu? Karena Alkitab sudah tersebar begitu luas di jaman Muhammad, maka sangatlah mustahil untuk bisa memalsukan teks itu.
(3)   Pasal-pasal mana di dalam Alkitab yang dipalsukan?
Tidak ada seorang Muslim pun yang tahu jawaban yang memuaskan kepada pertanyaan ini! Kebanyakan dari mereka tidak tahu isi Taurat. Karena itu kita bisa menunjukkan kepada mereka bahwa kita masih memiliki salinan dari Alkitab yang asli dan akan siap untuk secara teliti menguji setiap naskah yang baru ditemukan bersama-sama dengan orang Muslim. Akan tetapi, selama hal ini belum terjadi, kita memiliki hak untuk terus yakin bahwa Alkitab kita itu asli. Bukan kewajiban kita, yang dituduh, untuk membuktikan kebenaran dan kesahihannya, tetapi kewajiban para penuduh (orang Muslim) untuk membuktikan hal yang sebaliknya – yang tidak bisa mereka lakukan. Sampai mereka bisa membawa Alkitab yang lebih asli, kita masih bisa menawarkan kepada mereka sebuah salinan dari teks yang paling dijaga keasliannya.
(4)   Penemuan Gulungan Qumran (Laut Mati)
Kira-kira 50 tahun yang lalu, seorang penggembala muda Palestina menemukan sebuah gua yang penuh gulungan-gulungan perkamen kuno.  Karena mulut gua itu menghadap ke arah Laut Mati antara Israel dan Yordania, gulungan-gulungan itu disebut gulungan-gulungan Laut Mati. Penemuan ini sangat penting secara khusus untuk menegaskan keaslian teks Alkitab. Di antara tulisan-tulisan itu, ditemukan hampir semua tulisan Perjanjian Lama. Di antara gulungan itu terdapat gulungan kitab nabi Yesaya yang secara sangat luar biasa tersimpan dengan aman. Para ilmuwan menganalisa gulungan ini dan menemukan bahwa gulungan itu kemungkinan dibuat sekitar 150 sampai 100 tahun sebelum Kristus. Sebelum gulungan itu ditemukan, naskah Taurat yang tertua yang ditemukan adalah yang dibuat sekitar tahun 875 M. Para sarjana Alkitab sekarang mengetahui bahwa Perjanjian Lama (Taurat dan Zabur) yang ditulis dalam bahasa Ibrani, sejak dahulu, jauh sebelum kelahiran Yesus Alkitab tidak berubah. Ribuan terjemahan yang dipakai oleh pengikut-pengikut Yesus di seluruh dunia sekarang ini diterjemahkan dari teks-teks yang asli itu. Teks-teks asli itu tersedia bagi siapa saja yang mau mempelajari dan membacanya. Fakta-fakta dari sejarah sangat jelas: firman Allah, yaitu Alkitab, tidak diubah atau dipalsukan.
(5)   Al Quran tidak pernah mengatakan Alkitab sudah dipalsukan
Tidak ada satupun bagian di dalam Al-Qur'an yang mengatakan bahwa teks Alkitab telah diubah, hilang, atau dipalsukan. Muhammad menghargai orang-orang Kristen dan tahu bahwa mereka tidak akan berdusta atau mengakalinya. Alasan utama kenapa Muslim mencap bahwa Alkitab telah dikorupsikan teksnya adalah karena mereka betul-betul tidak mempunyai pilihan lain lagi. Karena Quran disatu pihak membenarkan Alkitab, tetapi belakangan baru diketahui (bukan pada masa-masa sahabat Nabi) bahwa isi keduanya saling tidak cocok, sehingga tidaklah mungkin keduanya turun dari Tuhan yang sama. Dan karena Quran dianggap wahyu terakhir dari Tuhan, maka cara yang paling gampang untuk menghindari kesulitan-kesulitan ini adalah meletakkan tuduhan bahwa isi Alkitab telah dikorupsikan oleh si pemalsu. Jika Alkitab dituduh palsu maka palsu pulalah Quran itu dengan sendirinya.
Thomas P. Hughes, dalam karangannya, ”Dictionary of Islam” (terbitan th. 1885, lihat hlm 440-448), berkesimpulan: Ayat-ayat di dalam Al-Qur'an mengenai kitab-kitab suci orang Yahudi dan Kristen adalah amat banyak, dan di dalam setiap ayat Muhammad membicarakan tentang kitab-kitab ini dengan hormat tinggi. Ia mengakui keilhamannya, mengakui adanya kitab-kitab ini di masanya sendiri, dan memakainya untuk mendukung utusannya sendiri.Teks bahasa Yunani dan Ibrani juga tersedia di Indonesia. Teks-teks itu diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Orang-orang Islam sangat terkesan ketika melihat bahwa orang Kristen benar-benar memiliki teks Alkitab dalam bahasa aslinya. Mereka sudah diberitahu berkali-kali bahwa teks dalam bahasa aslinya tidak ada. Tidak ada bukti yang dapat ditunjukkan, sebab Alkitab tidak pernah diubah secara diam-diam. Allah tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

BAB III
KESIMPULAN

            Konsep pewahyuan dalam Islam sangat berbeda dengan konsep pewahyuan dalam Kristen. Perbedaan ini terlihat begitu jelas, baik dalam cara pewahyuan maupun dalam penulisan Kitab Suci itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa kitab Suci yang dimiliki oleh orang Islam dengan kitab Suci yang dimiliki oleh orang Kristen tidaklah sama.
            Dalam Islam, Allah tidak pernah menyatakan diri-Nya secara langsung, melainkan melalui malaikat Jibril. Hal ini dikarenakan Islam beranggapan bahwa Allah itu transenden dan tidak mungkin menyatakan diri secara langsung, apalagi dalam rupa manusia. Berbeda dengan Kristen. Dalam kekristean percaya bahwa Allah yang transenden itu juga sekaligus imanen. Allah sudah menyatakan diri-Nya kepada manusia, baik sebelum manusia jatuh dalam dosa maupun sesudahnya dalam berbagai cara.
            Kristen mempercayai bahwa Allah tidak hanya menyatakan diri-Nya kepada satu orang saja, melainkan kepada banyak orang (yang dipilih-Nya). Berbeda dengan Islam. Islam percaya bahwa Allah hanya menyatkan diri-Nya kepada satu orang saja (Muhammad). Begitu juga dengan proses penulisan kitab Sucinya. Banyak sekali perbedaan, baik dalam sumber maupun proses kreatifitasnya.


KEPUSTAKAAN

Ambrie, Hamran,
­­­­______            Christologi dan Tauhid, (Jakarta Timur: Sinar Kasih, _____ )
Bukhari,Sahih,
 Vol. 6.
Becker Dieter,
2000                Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia)
Crampton, W., Gary,
            2008                Verbum Dey, (Surabaya: Momentum)
Enns,Pauls,
            2003                The Moody Hand Book of Theology, (Malang: Literatur SAAT)
Sumali,Henney,
 Diktat Kuliah Islamologi, STT-IAA Pacet.
Rudolf Rame, Gustaf,
Diktat Kuliah Teologia Perjanjian Lama, Insitut Injil Indonesia.

Web Site
Libronix Digital Library Sistem.
http://Pemudakristen/inspirasi_dan_kanonisasi_alkitab/html.



         [1] Grace And Truth Fellbach, Bagaimana Menjelaskan Bahwa Alkitab Tidak Dipalsukan, (Jerman, 2001), 3.
         [2] Henney Sumali, Diktat Kuliah Islamologi, STT-IAA Pacet, hal. 1
         [3] Hamran Ambrie, Christologi dan Tauhid, (Jakarta Timur: Sinar Kasih, _____ ), hal. 55
[4] Henney Sumali…  hal. 4
[5] Sahih Bukhari, Vol. 6, hal. 447
[6] Libronix Digital Library Sistem
[7] J.I Packer, Relevation (hal. 1024), yang dikutip oleh Gustaf Rudolf Rame dalam Diktat Kuliah Teologia Perjanjian Lama, Insitut Injil Indonesia, hal. 14
[8] W. Gary Crampton, Verbum Dey, (Surabaya: Momentum, 2008), hal. 42
         [9] Pauls Enns, The Moody Hand Book of Theology, (Malang: Literatur SAAT, 2003), hal. 194
        [10]  http://Pemudakristen/inspirasi_dan_kanonisasi_alkitab/html.
        [11] W. Gary Crampton…….. 44
         [12] Dr. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 48.
          [13] Berkenaan dengan hal ini, lihat lontaran Craig L. Blomberg dalam menanggapi tuduhan para ahli Kritik Tekstual Liberal, misalnya: Bart D. Ehrman, Misquoting Jesus: The Story Behind Who Changed the Bible and Why. Selanjutnya, Blomberg juga menandaskan bahwa ukuran untuk menilai apakah yang disebut dengan kesalahan, harus ditempatkan dalam konteks jaman para penulis Alkitab, bukan pada konteks penilaian pembaca kontemporer saat ini. Mengenai hal ini, lihat: Craig L. Blomberg, An Interview with Craig L. Blomberg.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar